Kenangan pahit di bulan Ramadhan 2004 tak akan terhapus dari ingatan Suprobowati Suratman. Ia baru saja hendak menyuapkan nasi ke mulut ketika tiba-tiba perut di sekitar pinggang sakit luar biasa. Gangguan itu diikuti muntah-muntah sehingga ia menghentikan makan sahur. Frekuensi gangguan itu semakin meningkat, sepekan beberapa kali terjadi. Kadang disertai dada berdebar-debar.
Klimaks keluhan itu terjadi pada penghujung 2004. Di malam pekat itu Suprobowati kembali merasakan sakit perut hebat disertai pendarahan. Ketika orang-orang dibuai mimpi dalam nyenyak tidur, Joko Sulistyo, sang suami, membawa Suprobowati ke Rumah Sakit Salak Kotamadya Bogor. Tiga dokter spesialis—kandungan, penyakit dalam, dan bedah—memeriksa kesehatan perempuan 46 tahun itu dengan saksama.
Hasil pemeriksaan dokter sungguh mengejutkan keluarga Joko Sulistyo: Suprobowati mengidap kanker kista stadium 4. Bahkan terjadi pelekatan kista ke usus dan gangguan sistem pencernaan. CA 125, sel asal kanker, mencapai 153. Padahal normalnya maksimal 35. Mendengar kabar itu air mata menggenangi pelupuk mata perempuan kelahiran Semarang 19 November 1959. “Saya merasa esok adalah hari terakhir bagi saya,” katanya.
Itu yang menyebabkan ia ingin selalu dekat dengan ke-3 anak dan suami terkasih. Andai maut menjemput, mereka ada di sampingnya. Dua puluh hari ia lalui di rumah sakit itu. Sayang, tak ada kemajuan berarti yang dicapai. Oleh karena itu ia dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Membaca rekam medis dari RS Salak, tim dokter RSCM memutuskan untuk mengoperasi. Joko Sulistyo telah meneken borang atau formulir persetujuan operasi.
Dua hari setelah dirawat, Suprobowati dibawa ke kamar operasi. Ia melihat beberapa dokter yang telah siap mengoperasi dirinya. Mereka mengenakan pakaian khusus dilengkapi dengan masker. Pisau bedah tak luput dari pandangannya. Tekanan psikologis mahaberat ia rasakan saat itu. “Saya takut operasi,” katanya. Ketakutan itu meyebabkan Suprobowati pingsan. Operasi hari itu pun urung. Joko membawa istrinya pulang ke rumah di Ciomas, Kotamadya Bogor.
Membesar
Kista merupakan rongga tertutup berisi cairan encer, kental, atau setengah padat yang dilapisi epitel. Sebetulnya kista adalah kelainan yang dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama di organ reproduksi seperti indung telur, leher rahim, dan rahim. Menurut dr Sidi Aritjahja herbalis di Yogyakarta, kista adalah tumor kelenjar sehingga namanya tergantung letak kelenjar. Misalnya bila ada di ovarium disebut kista ovarium; di ketiak, kista axial; di payudara, kista mame.
Dr Tagor Sidabutar, SpOG dari Rumah Sakit PGI Cikini, menuturkan kista di kandungan berasal dari indung telur. Kista ovarium membahayakan karena menyerang dan mendesak sel telur. Pada kasus Suprobowati tempat kista adalah indung telur. Kista menekan indung telur sehingga nyeri. Lalu timbul perlengketan dan pergesekan di usus dan menimbulkan nyeri. ”Bila kista mendesak ke usus mengakibatkan sulit buang air besar. Mendesak ke kantong kemih mengakibatkan sulit buang air,” ujar Sidabutar.
Berdasar tingkat keganasan, kista dibedakan menjadi 2 jenis, nonneoplasia dan neoplasia. Nonneoplasia adalah kista yang tak tumbuh terus-menerus, sifatnya jinak, biasanya kempes sendiri dalam 2—3bulan. Dengan pemberian antibiotik, nonneoplasia bisa sembuh. Contoh, sel sperma yang hanya membuahi inti sel telur, sedangkan sitoplasma atau cangkang telur yang ditinggalkan membentuk kista. Kista neoplasia adalah kista yang tumbuh terus-menerus. Bisa jinak atau ganas. Ada kista yang nyeri saat haid disebut kista endometriosis.
Sampai kini penyebab kista belum diketahui. ”Menurut penelitian, dugaan sementara karena faktor genetik. Bila orangtuanya ada kista atau tumor, kemungkinan ia terserang kista,” kata alumnus University of Paris. Makanan yang banyak mengandung hormon dan kolesterol—makanan cepat saji kaya hormon estrogen—memicu kista endometriosis. Itulah kebiasaan Suprobowati ketika menemani sang suami yang menempuh studi master dan doktoral di Jepang. Hampir setiap hari ia mengkonsumsi makanan cepat saji yang dianggapnya praktis.
Begitu pula kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung radikal bebas. Dampaknya menurunkan antioksidan dalam tubuh sehingga imunitas berkurang. Sidi Aritjahya menyarankan penderita kista untuk menghindari makanan yang dibakar dan diberi alas logam. Semua makanan itu mengandung zat karsinogen alias pemicu kanker. Makanan yang diragikan atau jamur sebaiknya dipantang karena merangsang neufas polarisasi / pembuluh darah.
Selain itu pola hidup juga memicu kista. Contoh merokok yang menyebabkan perubahan genetik dalam sel. Menurut dr Sidi Aritjahya, kista terjadi karena sumbatan dan peradangan. Akibat sumbatan kolesterol pada saluran tertentu, sel-sel tumor tumbuh di tempat itu. Jika karena peradangan pada sel kelenjar terjadi sekresi berlebih. Sayangnya, gejala tidak tampak pada fisik seseorang. Oleh karena itu kista kerap ditemukan secara kebetulan lewat pemeriksaan ultrasonografi .
Prevalensi di Indonesia termasuk besar. Rumah Sakit Happyland Medical Center di Yogyakarta sejak 1994—2004 menerima 20.000 pasien, 7.000 di antaranya (30%) pasien tumor dan kanker. Mekanisme pengobatan kista yang selama ini dilakukan dengan membangkitkan antitumor agar lebih dominan. ”Jadi harus dilihat dulu sel asal kankernya. Misalnya jenis adeno berarti sel kanker berasal dari kelenjar, maka harus dicarikan antitumor untuk jenis kelenjar,” ujar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu.
Luka ginjal
Karena tak memungkinkan untuk operasi, Suprobowati memilih pengobatan herbal sebagai jalan penyembuhan. Sarjana Biologi alumnus Universitas Jenderal Soedirman itu dirawat di sebuah klinik herbal. Sayang, kesembuhan yang diharapkan seperti menjauh. Biaya yang relatif mahal, mencapai Rp10- juta, juga menjadi bahan pertimbangan sehingga Ati—demikian sapaannya—menghentikan pengobatan di sana.
Harapan sembuh kembali disemaikan. Kali ini ia memadukan pengobatan herbal, fisioterapi, dan akupunktur. Atas saran kerabat, ia juga mengkonsumsi ramuan asal Cina berupa serbuk. Bahan dan kandungan ramuan yang dibeli bebas di sebuah toko di Bekasi, Jawa Barat, itu tak diketahui. Ia hanya patuh memenuhi saran kerabat agar cepat sembuh. Namun, setelah rutin mengkonsumsinya bukan kesembuhan yang digapai, justru petaka yang didapat.
Ginjalnya luka lantaran terjadi endapan di organ itu. Kencing tampak kemerahan. Itu akibat ia tak memenuhi saran herbalis agar konsumsi ramuan cina disertai minum 2 liter per hari. Sedangkan ia cuma sanggup menghabiskan 4—5 gelas. Dampak buruk lain, rambut rontok. Hanya disisir dengan jari, puluhan rambut terlepas dari kepala. Kulitnya tampak menghitam dan kusam.
Ia menghabiskan waktu di atas pembaringan. Sebab, ketika kaki menapak untuk berjalan, sakitnya sampai ke ubun-ubun. Perutnya juga terasa nyeri. Jika hendak ke kamar mandi, misalnya, suaminya yang menggendong. Suprobowati menanggung penderitaan mahaberat sehingga kerap putus asa. “Sudahlah saya tak perlu dibawa ke mana-mana lagi. Biarkan saja meninggal di rumah,” katanya suatu hari.
Normal
Harapan sembuh kembali muncul ketika Joko Sulistyo teringat banyak penderita penyakit maut yang sembuh setelah mengkonsumsi virgin coconut oil (VCO). Selain sebagai peneliti LIPI, alumnus University of Tsukuba Jepang itu juga memproduksi VCO. Puluhan pelanggannya merasakan faedah minyak kelapa murni bikinannya. Joko segera menganjurkan Suprobowati untuk minum VCO.
Sejak Februari 2005, Suprobowati hanya mengkonsumsi minyak perawan itu. Obat-obatan dari dokter dihentikan konsumsinya. Dosis 2 sendok makan sekali minum sebelum makan. Frekuensinya 3 kali sehari. Sebulan kemudian bobot tubuhnya yang semula 40 kg, naik menjadi 42 kg. Pada awal Oktober 2005, ia ke laboratorium untuk mengecek kesehatannya.
Hasilnya, CA 125 alias sel asal kanker turun dari 153 menjadi 23,9 alias normal. Dua bulan berselang pada 1 Desember 2005 ukuran kista yang semula 12 cm x 10 cm x 8 cm tampak mengecil, menjadi 9 cm x 7 cm x 6 cm. Pengecilan ukuran itu tampak secara kasat mata. Perutnya yang semula membuncit seperti hamil 7 bulan, sekarang mengempes. Hingga sekarang Suprobowati terus melanjutkan konsumsi VCO.
Dengan normalnya CA 125 dan mengecilnya kista, Suprobowati kini dapat melakukan aktivitas seperti sedia kala. Ketika ditemui Trubus untuk wawancara, ia tampak bugar. Menurut dr Sidi Aritjahya peran VCO terhadap mengecilnya kista dan menormalkan CA 125 terjadi secara tidak langsung. “VCO baiknya hanya untuk suplemen karena membantu menambah asam laurat ke dalam tubuh sehingga meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan daya tahan tubuh yang baik antibodi jadi makin baik,” kata Ari—sapaannya.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Dr Muhammad Ahkam Subroto, peneliti VCO dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI. Doktor Bioteknologi alumnus University of New South Wales itu mengatakan, enzim yang dikandung VCO membantu sistem pencernaan. Dampaknya produksi hormonal lebih baik sehingga kekebalan tubuh meningkat dan membantu proses penyembuhan.
Dengan demikian pertumbuhan sel kanker dapat dihambat. Ahkam menuturkan, hasil riset VCO terbukti tak mempunyai LD (lethal dosage) 50 yang bersifat racun atau sitotoksik. Artinya, VCO tak mungkin membunuh sel kanker, ia hanya meningkatkan kekebalan tubuh. Peran meningkatkan kekebalan tubuh diemban dengan baik oleh MCT alias Medium Chain Triglyceride dalam VCO. Yang termasuk di dalamnya adalah asam kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat.
Riset Wan & Grimble menunjukkan, VCO meningkatkan respon sistem kekebalan tubuh sekaligus untuk memusnahkan racun. Monolaurin dalam VCO juga mampu mengatasi racun dalam bentuk asam glutamat. Minyak kelapa murni tak hanya mengatasi sel kanker, tetapi juga ampuh mencegahnya. Menurut riset Lim-Sybianco pada 1987, konsumsi VCO berefek antikarsinogenik. Medium Chain Fatty Acid (MCFA) dalam VCO membantu tubuh mengenyahkan mikroorganisme patogen.
Tugas itu semula diemban oleh sel darah putih. Dengan pengambilalihan tugas itu, sel darah putih lebih terfokus pada tugas baru: mengatasi sel kanker. Itu diperkuat dengan uji praklinis yang ditempuh Dr Robert L Wick Remasinghe, kepala Divisi Serologi di Sri Lanka. VCO menghambat induksi sel kanker.
Sumber: Majalah Trubus Desember 2005 – Sardi Duryatmo/Peliput: Hanni Sofi a, Laksita Wijayanti, & Lastioro Anmi Tambunan
Klimaks keluhan itu terjadi pada penghujung 2004. Di malam pekat itu Suprobowati kembali merasakan sakit perut hebat disertai pendarahan. Ketika orang-orang dibuai mimpi dalam nyenyak tidur, Joko Sulistyo, sang suami, membawa Suprobowati ke Rumah Sakit Salak Kotamadya Bogor. Tiga dokter spesialis—kandungan, penyakit dalam, dan bedah—memeriksa kesehatan perempuan 46 tahun itu dengan saksama.
Hasil pemeriksaan dokter sungguh mengejutkan keluarga Joko Sulistyo: Suprobowati mengidap kanker kista stadium 4. Bahkan terjadi pelekatan kista ke usus dan gangguan sistem pencernaan. CA 125, sel asal kanker, mencapai 153. Padahal normalnya maksimal 35. Mendengar kabar itu air mata menggenangi pelupuk mata perempuan kelahiran Semarang 19 November 1959. “Saya merasa esok adalah hari terakhir bagi saya,” katanya.
Itu yang menyebabkan ia ingin selalu dekat dengan ke-3 anak dan suami terkasih. Andai maut menjemput, mereka ada di sampingnya. Dua puluh hari ia lalui di rumah sakit itu. Sayang, tak ada kemajuan berarti yang dicapai. Oleh karena itu ia dipindahkan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Membaca rekam medis dari RS Salak, tim dokter RSCM memutuskan untuk mengoperasi. Joko Sulistyo telah meneken borang atau formulir persetujuan operasi.
Dua hari setelah dirawat, Suprobowati dibawa ke kamar operasi. Ia melihat beberapa dokter yang telah siap mengoperasi dirinya. Mereka mengenakan pakaian khusus dilengkapi dengan masker. Pisau bedah tak luput dari pandangannya. Tekanan psikologis mahaberat ia rasakan saat itu. “Saya takut operasi,” katanya. Ketakutan itu meyebabkan Suprobowati pingsan. Operasi hari itu pun urung. Joko membawa istrinya pulang ke rumah di Ciomas, Kotamadya Bogor.
Membesar
Kista merupakan rongga tertutup berisi cairan encer, kental, atau setengah padat yang dilapisi epitel. Sebetulnya kista adalah kelainan yang dapat ditemukan di berbagai bagian tubuh, terutama di organ reproduksi seperti indung telur, leher rahim, dan rahim. Menurut dr Sidi Aritjahja herbalis di Yogyakarta, kista adalah tumor kelenjar sehingga namanya tergantung letak kelenjar. Misalnya bila ada di ovarium disebut kista ovarium; di ketiak, kista axial; di payudara, kista mame.
Dr Tagor Sidabutar, SpOG dari Rumah Sakit PGI Cikini, menuturkan kista di kandungan berasal dari indung telur. Kista ovarium membahayakan karena menyerang dan mendesak sel telur. Pada kasus Suprobowati tempat kista adalah indung telur. Kista menekan indung telur sehingga nyeri. Lalu timbul perlengketan dan pergesekan di usus dan menimbulkan nyeri. ”Bila kista mendesak ke usus mengakibatkan sulit buang air besar. Mendesak ke kantong kemih mengakibatkan sulit buang air,” ujar Sidabutar.
Berdasar tingkat keganasan, kista dibedakan menjadi 2 jenis, nonneoplasia dan neoplasia. Nonneoplasia adalah kista yang tak tumbuh terus-menerus, sifatnya jinak, biasanya kempes sendiri dalam 2—3bulan. Dengan pemberian antibiotik, nonneoplasia bisa sembuh. Contoh, sel sperma yang hanya membuahi inti sel telur, sedangkan sitoplasma atau cangkang telur yang ditinggalkan membentuk kista. Kista neoplasia adalah kista yang tumbuh terus-menerus. Bisa jinak atau ganas. Ada kista yang nyeri saat haid disebut kista endometriosis.
Sampai kini penyebab kista belum diketahui. ”Menurut penelitian, dugaan sementara karena faktor genetik. Bila orangtuanya ada kista atau tumor, kemungkinan ia terserang kista,” kata alumnus University of Paris. Makanan yang banyak mengandung hormon dan kolesterol—makanan cepat saji kaya hormon estrogen—memicu kista endometriosis. Itulah kebiasaan Suprobowati ketika menemani sang suami yang menempuh studi master dan doktoral di Jepang. Hampir setiap hari ia mengkonsumsi makanan cepat saji yang dianggapnya praktis.
Begitu pula kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung radikal bebas. Dampaknya menurunkan antioksidan dalam tubuh sehingga imunitas berkurang. Sidi Aritjahya menyarankan penderita kista untuk menghindari makanan yang dibakar dan diberi alas logam. Semua makanan itu mengandung zat karsinogen alias pemicu kanker. Makanan yang diragikan atau jamur sebaiknya dipantang karena merangsang neufas polarisasi / pembuluh darah.
Selain itu pola hidup juga memicu kista. Contoh merokok yang menyebabkan perubahan genetik dalam sel. Menurut dr Sidi Aritjahya, kista terjadi karena sumbatan dan peradangan. Akibat sumbatan kolesterol pada saluran tertentu, sel-sel tumor tumbuh di tempat itu. Jika karena peradangan pada sel kelenjar terjadi sekresi berlebih. Sayangnya, gejala tidak tampak pada fisik seseorang. Oleh karena itu kista kerap ditemukan secara kebetulan lewat pemeriksaan ultrasonografi .
Prevalensi di Indonesia termasuk besar. Rumah Sakit Happyland Medical Center di Yogyakarta sejak 1994—2004 menerima 20.000 pasien, 7.000 di antaranya (30%) pasien tumor dan kanker. Mekanisme pengobatan kista yang selama ini dilakukan dengan membangkitkan antitumor agar lebih dominan. ”Jadi harus dilihat dulu sel asal kankernya. Misalnya jenis adeno berarti sel kanker berasal dari kelenjar, maka harus dicarikan antitumor untuk jenis kelenjar,” ujar alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu.
Luka ginjal
Karena tak memungkinkan untuk operasi, Suprobowati memilih pengobatan herbal sebagai jalan penyembuhan. Sarjana Biologi alumnus Universitas Jenderal Soedirman itu dirawat di sebuah klinik herbal. Sayang, kesembuhan yang diharapkan seperti menjauh. Biaya yang relatif mahal, mencapai Rp10- juta, juga menjadi bahan pertimbangan sehingga Ati—demikian sapaannya—menghentikan pengobatan di sana.
Harapan sembuh kembali disemaikan. Kali ini ia memadukan pengobatan herbal, fisioterapi, dan akupunktur. Atas saran kerabat, ia juga mengkonsumsi ramuan asal Cina berupa serbuk. Bahan dan kandungan ramuan yang dibeli bebas di sebuah toko di Bekasi, Jawa Barat, itu tak diketahui. Ia hanya patuh memenuhi saran kerabat agar cepat sembuh. Namun, setelah rutin mengkonsumsinya bukan kesembuhan yang digapai, justru petaka yang didapat.
Ginjalnya luka lantaran terjadi endapan di organ itu. Kencing tampak kemerahan. Itu akibat ia tak memenuhi saran herbalis agar konsumsi ramuan cina disertai minum 2 liter per hari. Sedangkan ia cuma sanggup menghabiskan 4—5 gelas. Dampak buruk lain, rambut rontok. Hanya disisir dengan jari, puluhan rambut terlepas dari kepala. Kulitnya tampak menghitam dan kusam.
Ia menghabiskan waktu di atas pembaringan. Sebab, ketika kaki menapak untuk berjalan, sakitnya sampai ke ubun-ubun. Perutnya juga terasa nyeri. Jika hendak ke kamar mandi, misalnya, suaminya yang menggendong. Suprobowati menanggung penderitaan mahaberat sehingga kerap putus asa. “Sudahlah saya tak perlu dibawa ke mana-mana lagi. Biarkan saja meninggal di rumah,” katanya suatu hari.
Normal
Harapan sembuh kembali muncul ketika Joko Sulistyo teringat banyak penderita penyakit maut yang sembuh setelah mengkonsumsi virgin coconut oil (VCO). Selain sebagai peneliti LIPI, alumnus University of Tsukuba Jepang itu juga memproduksi VCO. Puluhan pelanggannya merasakan faedah minyak kelapa murni bikinannya. Joko segera menganjurkan Suprobowati untuk minum VCO.
Sejak Februari 2005, Suprobowati hanya mengkonsumsi minyak perawan itu. Obat-obatan dari dokter dihentikan konsumsinya. Dosis 2 sendok makan sekali minum sebelum makan. Frekuensinya 3 kali sehari. Sebulan kemudian bobot tubuhnya yang semula 40 kg, naik menjadi 42 kg. Pada awal Oktober 2005, ia ke laboratorium untuk mengecek kesehatannya.
Hasilnya, CA 125 alias sel asal kanker turun dari 153 menjadi 23,9 alias normal. Dua bulan berselang pada 1 Desember 2005 ukuran kista yang semula 12 cm x 10 cm x 8 cm tampak mengecil, menjadi 9 cm x 7 cm x 6 cm. Pengecilan ukuran itu tampak secara kasat mata. Perutnya yang semula membuncit seperti hamil 7 bulan, sekarang mengempes. Hingga sekarang Suprobowati terus melanjutkan konsumsi VCO.
Dengan normalnya CA 125 dan mengecilnya kista, Suprobowati kini dapat melakukan aktivitas seperti sedia kala. Ketika ditemui Trubus untuk wawancara, ia tampak bugar. Menurut dr Sidi Aritjahya peran VCO terhadap mengecilnya kista dan menormalkan CA 125 terjadi secara tidak langsung. “VCO baiknya hanya untuk suplemen karena membantu menambah asam laurat ke dalam tubuh sehingga meningkatkan daya tahan tubuh. Dengan daya tahan tubuh yang baik antibodi jadi makin baik,” kata Ari—sapaannya.
Pendapat serupa dikemukakan oleh Dr Muhammad Ahkam Subroto, peneliti VCO dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi LIPI. Doktor Bioteknologi alumnus University of New South Wales itu mengatakan, enzim yang dikandung VCO membantu sistem pencernaan. Dampaknya produksi hormonal lebih baik sehingga kekebalan tubuh meningkat dan membantu proses penyembuhan.
Dengan demikian pertumbuhan sel kanker dapat dihambat. Ahkam menuturkan, hasil riset VCO terbukti tak mempunyai LD (lethal dosage) 50 yang bersifat racun atau sitotoksik. Artinya, VCO tak mungkin membunuh sel kanker, ia hanya meningkatkan kekebalan tubuh. Peran meningkatkan kekebalan tubuh diemban dengan baik oleh MCT alias Medium Chain Triglyceride dalam VCO. Yang termasuk di dalamnya adalah asam kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat.
Riset Wan & Grimble menunjukkan, VCO meningkatkan respon sistem kekebalan tubuh sekaligus untuk memusnahkan racun. Monolaurin dalam VCO juga mampu mengatasi racun dalam bentuk asam glutamat. Minyak kelapa murni tak hanya mengatasi sel kanker, tetapi juga ampuh mencegahnya. Menurut riset Lim-Sybianco pada 1987, konsumsi VCO berefek antikarsinogenik. Medium Chain Fatty Acid (MCFA) dalam VCO membantu tubuh mengenyahkan mikroorganisme patogen.
Tugas itu semula diemban oleh sel darah putih. Dengan pengambilalihan tugas itu, sel darah putih lebih terfokus pada tugas baru: mengatasi sel kanker. Itu diperkuat dengan uji praklinis yang ditempuh Dr Robert L Wick Remasinghe, kepala Divisi Serologi di Sri Lanka. VCO menghambat induksi sel kanker.
Sumber: Majalah Trubus Desember 2005 – Sardi Duryatmo/Peliput: Hanni Sofi a, Laksita Wijayanti, & Lastioro Anmi Tambunan
No comments:
Post a Comment